INFOSULTENG.ID, Palu – Peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) tahun ini tidak sekadar menjadi seremoni tahunan. Bagi para buruh yang tergabung dalam Aliansi Perjuangan Rakyat Sulteng, 1 Mei adalah momentum perlawanan terhadap sistem yang semakin menindas.

Dalam pernyataan sikapnya, aliansi menilai kondisi demokrasi Indonesia semakin suram. Pemerintah dianggap berwajah sipil namun berwatak militeristik.

Kritik dibungkam, demonstrasi dibalas represi, aktivis ditangkap, dan serikat pekerja diawasi ketat.

“Demokrasi yang dulu diperjuangkan dengan darah dan air mata kini dikikis habis, direduksi menjadi prosedur semu. Kekuasaan dijalankan dengan logika komando, bukan musyawarah,” tulis Aliansi Perjuangan Rakyat Sulteng dalam selebaran yang dibagikan ke masyarakat.

Salah satu sorotan tajam ditujukan pada UU Cipta Kerja dan PP Pengupahan yang dinilai melegalkan eksploitasi buruh. Aliansi menuding negara membiarkan praktik pemiskinan struktural atas nama investasi.

Sistem kerja kontrak, outsourcing tanpa batas, serta jam kerja panjang disebut sebagai bentuk nyata ketidakadilan.

“PP Pengupahan hanya menjadi alat legalisasi upah murah. Buruh dipaksa produktif dalam sistem yang tak manusiawi,” tegas Aliansi.

May Day kali ini, menurut aliansi, bukan hanya soal hak buruh, tapi juga tentang masa depan demokrasi. Mereka menyerukan agar perjuangan buruh dilihat sebagai bagian dari perjuangan untuk demokrasi sejati bukan demokrasi prosedural semata.

“Demokrasi tak akan tumbuh di tengah ketakutan. Kita tidak boleh diam ketika negara menjadi mesin represi,” ujar Aliansi.

Dalam aksinya, Aliansi Perjuangan Rakyat Sulteng mengusung satu isu sentral dan 12 tuntutan turunan. Isu sentral mereka adalah:

“Lawan Badai PHK dan Sahkan RUU Ketenagakerjaan Pro Buruh! Berikan Kepastian serta Jaminan Kerja Layak bagi Kaum Buruh!”

Adapun 12 tuntutan turunan meliputi:

  1. Usut tuntas pelanggaran HAM masa lalu.
  2. Sahkan RUU Ketenagakerjaan yang melindungi buruh.
  3. Tolak tambang sebagai solusi kesejahteraan rakyat.
  4. Sahkan RUU Perlindungan PRT.
  5. Tolak militerisasi kampus dan desa.
  6. Hentikan diskriminasi berbasis gender dan orientasi seksual di tempat kerja.
  7. Hentikan kriminalisasi dan militerisasi di tanah Papua.
  8. Stop pembungkaman terhadap pers.
  9. Cabut seluruh UU anti-demokrasi (UU TNI, UU Polri, RKUHP).
  10. Tegakkan netralitas pers.
  11. Audit sistem keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
  12. Hentikan monopoli dan perampasan tanah; wujudkan reforma agraria sejati.*