PALU – Ketua Kelompok Peduli Kampus (KPK) Universitas Tadulako (Untad), Prof. Djayani mengaku menghormati keputusan yang mengadili terdakwa mantan Rektor Untad, Basir Cyio, tentang kasus tindak pidana korupsi (tipikor) di Pengadilan Negeri Palu, Selasa malam 9 Juli 2024.

“Sebenarnya pertama-tama saya apresiasi kepada pihak kejaksaan. Pihak kejaksaan yang sudah memberikan hukuman tuntutan 8,6 tahun itu,” ujar Djayani saat ditemui di ruang kerjanya, Jum’at 12 Juli 2024.

Namun, Djayani menyampaikan dalam keterangan baru-baru ini kembali mengungkapkan hal yang perlu diperhatikan pada vonis terhadap Basir oleh majelis hakim. Ia mengatakan bahwa seharusnya hakim mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (PERMA), khususnya pasal 9 yang dalam hal ini mengadili perkara pasal 2 dan pasal 3 UU pemberantasan tipikor.

“Mestinya, kalau dia mengacu ke sini (PERMA) hakim-hakim itu, ini mestinya ancaman hukumnya sekitar ini. Ya paling-paling 6 tahunan lah. Nah, makanya itu kita pertanyakan kembali, kenapa hakim itu mengambil putusan setahun,” kata Djayani sambil menunjukkan PERMA ke wartawan.

Perlu diketahui, majelis hakim pengadilan negeri kelas 1 A PHI/Tipikor menjatuhkan hukuman penjara 1 tahun terhadap terdakwa Basir Cyio yang melanggar sebagaimana dakwaan subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Mengacu pada matriks rentang penjatuhan pidana, dalam PERMA RI Nomor 1 tahun 2020 tentang pedoman pemidanaan pasal 2 dan pasal 3 UU pemberantasan tipikor, Djayani menuturkan bahwa seharusnya Basir divonis 8 bahkan hingga 10 tahun penjara.

“Untuk kasus yang dialami oleh Basir Cyio, itu kategori sedang lebih dari 1 miliar, maka dia ada pada kategori sedang. Kalau kategori sedang, ancaman hukumannya sudah disebut disini penjara 8 sampai 10 tahun,” tutur Djayani sambil menunjuk PERMA.

Saat menghadiri sidang putusan terdakwa Basir Cyio, Djayani sesalkan hakim ketua yang tidak menggunakan mic sebagai pengeras suara saat sedang membacakan amar putusan.

“Biasanya sidang kalau kita hadiri, itu pakai sound system. Malam itu tidak pakai sound system,” lirih Djayani.

Dosen Fakultas Ekonomi Untad itu juga mengungkapkan, bahwa korupsi yang dilakukan terdakwa saat sebelum ia melaporkan, terjadi di masa saat negara mengalami krisis ekonomi dalam hal ini pandemi Covid-19.

Meskipun tidak memiliki gelar sarjana hukum, Djayani siap menantang ketiga hakim yang mengadili Basir Cyio secara debat terbuka di fakultas hukum. Dirinya juga siap menghadirkan pakar-pakar hukum sebagai audiens.

“Saya siap menantang hakim-hakim itu kalau mau debat terbuka. Jadi saya tolong sampaikan sama hakim itu, kalau memang dia mau,” tegas Djayani.

Ia menyampaikan bahwa keterangan yang ia sampaikan sudah melalui diskusi bersama pakar hukum. Menurutnya keputusan hakim sudah mencederai rasa keadilan masyarakat. (FR)