INFOSULTENG.ID, Palu – Yayasan Ekologi Nusantara Lestari (Econesia) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah (Sulteng) di ruangan VIP A, pada Rabu, 16 April 2025.
RDP tersebut membahas tentang hasil studi yang dilakukan oleh Econesia dengan WALHI terkait Rambu Pengamanan Sosial dan Lingkungan (Social and Environmental) untuk Kawasan Pangan Nusantara (KPN) Talaga atau Food Estate di Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala.
Direktur Eksekutif Econesia Azmi Sirajuddin menyampaikan bahwa KPN harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh untuk ketahanan pangan dan penyanggah Ibu Kota Nusantara (IKN). Dalam hasil riset Econesia bersama WALHI dijelaskan, secara hierarki proyek KPN termasuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) dalam kategori Program Peningkatan Penyediaan Pangan Nasional.
“Harusnya karena dia (KPN) PSN dan menggunakan lahan yang berdampak sosial dan lingkungan kedepan, harusnya dipersiapkan Rambu Pengaman Sosial,” kata Azmi di Kantor DPRD Sulteng.
Sebagai daerah percontohan pengurangan emisi di tingkat nasional tahun 2010 hingga 2012, proyek KPN yang berdampak luas secara sosial dan lingkungan dengan menggunakan hutan dan lahan, dinilai tidaklah cukup hanya dengan sosialisasi.
“Misalnya mengundang satu, dua, atau tiga kali pertemuan di balai desa Kecamatan Dampelas, dianggap masyarakat telah mengetahui, padahal sosialisasi itu bukan consent, setelah kita menyampaikan secara utuh proyek ini (KPN) dan kira-kira dampak baik dan buruknya, kita juga harus minta persetujuan masyarakat berapa yang setuju dan berapa yang menolak,” ujar Azmi.
Selain itu, riset Econesia dan WALHI mengungkap bahwa KPN juga dinilai minim transparansi, akuntabilitas, dan keterbukaan informasi bagi masyarakat setempat. Sebagai inisiator, pemerintah tidak menyampaikan secara menyeluruh rencana dan pelaksanaan proyek KPN.
Proyek KPN Talaga juga gagal memenuhi unsur prinsip Persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (Padiapata atau Free, Prior and Informed Consent (FPIC).
Masih dalam dokumen yang sama, pelibatan masyarakat dan pemerintah desa di proyek KPN sangat minim. Partisipasi masyarakat hanya terbatas pada beberapa kelompok tertentu.
Sementara itu, ketidakpastian lahan dan penjaminan pengelolaan lahan di KPN sangat minim. Dampak lingkungan dan keberlanjutan ekosistem juga menjadi persoalan dalam proyek ini.
Pembukaan lahan di area KPN tidak hanya berdampak langsung di lokasi proyek, tetapi juga mempengaruhi satu kesatuan bentang alam, khususnya Danau Talaga yang memiliki fungsi ekologis penting.
Menyikapi pembahasan dalam RDP tersebut, anggota DPRD Sulteng Komisi II Sonny Tandra mengatakan, pihaknya akan memasukkan persoalan KPN dalam rekomendasi Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ). DPRD akan mempertanyakan kepada Pemerintah Daerah terkait tindak lanjut proyek yang hingga kini belum menemui kejelasan.
“Saya akan laporkan ke pimpinan. Saran dari teman-teman Komisi II, kita akan tindak lanjuti melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang lebih luas dengan semua stakeholder terkait. Nanti kita cek siapa saja yang terlibat, termasuk pihak yang disebut-sebut supaya semuanya menjadi jelas,” ujarnya.
Menurutnya, penting bagi DPRD untuk mengambil kesimpulan mengenai masa depan proyek KPN, apalagi sebelumnya dalam forum Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Sonny mengungkapkan bahwa dia bertemu Wakil Gubernur dan mempertanyakan kelanjutan proyek KPN, meskipun ada wacana untuk menyerahkannya ke Pemerintah Kabupaten.
“Kalau memang dana dari APBD provinsi sudah dikeluarkan cukup besar, dan juga ada dari APBN maupun kontribusi dari kabupaten, perlu dipastikan apakah kabupaten sanggup melanjutkan proyek ini. Jangan sampai dana yang sudah keluar jadi mubazir,” tegas Sonny.
Politisi Partai Nasdem itu juga menegaskan bahwa jika perlu, pihak DPRD akan membawa persoalan ini ke pemerintah pusat untuk mendapatkan dukungan agar proyek KPN bisa dituntaskan.
Dia mengungkapkan bahwa DPRD tidak pernah dilibatkan secara institusional dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek KPN.
“Betul, kami tidak pernah dijelaskan secara institusi. Tidak ada penjelasan soal proyek maupun anggarannya. Kalau dilihat dalam buku anggaran, tidak ada pos khusus untuk KPN. Bisa jadi diselipkan di OPD-OPD tertentu, dan kami tidak tahu,” jelasnya. RIL