INFOSULTENG.ID, Palu – Delapan bulan sejak diluncurkan, program Bus Rapid Transit (BRT) Trans Palu menuai sorotan. Meski digadang-gadang sebagai solusi transportasi massal yang modern dan terjangkau, minat masyarakat terhadap layanan bus ini justru kian menurun. Hal ini memicu desakan dari DPRD Kota Palu agar pemerintah segera mengevaluasi efektivitas program tersebut.

Bus Trans Palu yang resmi beroperasi sejak Oktober 2024 mengusung lima rute utama yang menghubungkan sejumlah titik strategis di Kota Palu.

Layanan ini merupakan hasil kerja sama Pemerintah Kota Palu dengan PT. Bagong Transport melalui skema Buy The Service (BTS), di mana Pemkot membeli jasa pelayanan tanpa harus mengadakan bus sendiri.

Sebagai bentuk komitmen dalam memperbaiki sistem transportasi publik, Pemkot Palu telah menggelontorkan anggaran hingga Rp 17,12 miliar di tahun 2025 berdasarkan RKPD untuk pengembangan BRT, termasuk rencana pengadaan 36 unit armada baru.

Dana tambahan sebesar Rp 5,6 miliar pun disiapkan melalui APBD Perubahan tahun 2024. Namun, angka-angka fantastis ini dinilai belum sebanding dengan dampak yang dirasakan masyarakat.

Pasalnya, meski biaya operasional mencapai Rp 1,8 miliar per bulan untuk 24 unit bus, okupansi penumpang justru terus menurun. Masyarakat belum merasa terlayani secara maksimal, terutama dari sisi jangkauan layanan dan aksesibilitas.

Dalam pembayaran operasional yang bersifat flat senilai Rp 1,8 miliar per bulan untuk 24 unit bus menimbulkan tanda tanya besar. Anggaran sebesar itu, apakah sudah sesuai dengan 24 penggunaan operasional 24 Bus Trans Palu? Apakah sudah sesuai dengan SOP yang ada dan dapat dipertanggungjawabkan secara akuntabel, apalagi dengan melihat kondisi penumpang yang semakin sedikit?

DPRD menilai, jika tidak segera dibenahi, program Trans Palu bisa menjadi beban keuangan yang terus membengkak tanpa hasil yang sepadan. Padahal, APBD Kota Palu masih harus menanggung berbagai kebutuhan prioritas lain yang mendesak, seperti percepatan penanganan stunting, pembangunan infrastruktur yang inklusif, bantuan sosial, hingga pemulihan pasca bencana.

Evaluasi ini dinilai penting tidak hanya untuk memastikan efisiensi penggunaan anggaran, tetapi juga untuk menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap layanan transportasi publik.

Pemkot juga perlu lebih aktif mendorong minat warga menggunakan fasilitas umum ini agar Trans Palu benar-benar menjadi bagian dari solusi mobilitas di Kota Palu, bukan sekadar proyek yang membebani APBD.

Ketua Parlemen FISIP UNTAD, Muhammad Hidayat.