DONGGALA – Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Donggala melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi tambang galian C milik PT Batujaya Bersama Sejahtera (BBS) di Desa Walandano, Kecamatan Balaesang Tanjung, pada Senin, 21 April 2025.

Sidak dipimpin langsung oleh Ketua Komisi B, Alex (PKS), bersama Sekretaris Komisi B, Bahtiar (Golkar), dan diikuti oleh anggota lainnya, yakni Nurjanah (Perindo), Azwar (PKS), Azwar (NasDem), Yasin Lataka (NasDem), Burhanudin (PKB), Mohammad Edwan (Demokrat), Amirudin Lapada (PDIP), Fany Sirey Mowar (Gerindra), dan Amria Gani Lamagangka (PAN).

Dalam sidak tersebut, ditemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh PT BBS. Hal ini diungkapkan oleh anggota Komisi B, Mohammad Edwan, saat audiensi dengan pihak perusahaan.

Anggota DPRD Donggala saat meninjau lokasi tambang PT BSS.FOTO:IST
Anggota DPRD Donggala saat meninjau lokasi tambang PT BSS.FOTO:IST

“Pertama, kami menemukan bahwa beberapa pekerja lokal tidak memiliki kontrak kerja yang jelas, dan status ketenagakerjaan mereka masih tidak pasti,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan keluhan pekerja terkait hak-hak normatif yang belum dipenuhi. “Kami mendapat laporan bahwa para pekerja tidak memperoleh jaminan kesehatan dari perusahaan,” tambah Edwan.

Temuan lainnya yakni pembuangan limbah batu bara di pesisir pantai yang dinilai berpotensi mencemari lingkungan dan mengganggu ekosistem laut.

Anggota Komisi B, Mohamad Edwan saat mendengarkan aspirasi karyawan PT BSS.FOTO:IST

“Masyarakat sekitar melaporkan bahwa limbah tersebut terkadang terbakar dan menimbulkan bau menyengat,” katanya.

Edwan juga menyoroti lemahnya penerapan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lapangan. Menurutnya, banyak pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja.

“Kami mendesak agar perusahaan memenuhi standar K3 untuk menghindari kecelakaan kerja yang bisa berakibat fatal,” tegasnya.

Selain itu, PT BBS juga dinilai belum melaksanakan kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) kepada masyarakat di sekitar tambang sejak mulai beroperasi.

“Kami juga menemukan dugaan penyerobotan lahan milik warga. Material tambang perusahaan sudah masuk ke lahan warga yang belum bersedia menjual,” kata Edwan.

Ia menambahkan, harga pembebasan lahan yang ditawarkan perusahaan juga tidak wajar. “Mereka hanya menawarkan Rp5.000 per meter, jauh dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Kami berharap tidak ada intimidasi dalam proses pembebasan lahan,” ujarnya.

Menanggapi temuan tersebut, Wakil Kepala Teknik Tambang PT BBS, Dani Gunawan, menjelaskan bahwa dari total luas izin usaha pertambangan (IUP) sebesar 86 hektare, baru sekitar 36 hektare yang dikelola.

“Kami berterima kasih atas masukan dari DPRD dan akan menyampaikan hal ini kepada manajemen agar segera dilakukan perbaikan,” ucap Dani.

Sekretaris Komisi B, Bahtiar, mengusulkan agar DPRD segera mengundang pimpinan PT BBS untuk mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP).

“Apa yang kami temukan hari ini perlu segera ditindaklanjuti. Saya usul, pimpinan PT BBS diundang ke RDP agar kita bisa menentukan sikap selanjutnya terkait temuan di lapangan,” pungkasnya.ADK