INFOSULTENG.ID, Palu – Tragedi kembali mengguncang kawasan tambang ilegal (PETI) di Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu. Tiga penambang dilaporkan tewas tertimbun longsor saat beraktivitas di lokasi yang dikenal sebagai “Kijang 30”, yang berada dalam wilayah konsesi PT Citra Palu Minerals (PT CPM), Selasa (3/6/2025).
Dua korban berasal dari Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, meninggal dunia di lokasi kejadian. Satu korban lainnya, asal Gorontalo, dilaporkan meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Peristiwa ini menambah daftar panjang tragedi maut di wilayah pertambangan tanpa izin di Poboya, yang kerap kali terjadi akibat longsor dan minimnya keselamatan kerja.
Kali ini, dugaan pemicu longsor semakin menguat, yakni kehadiran alat berat milik penambang ilegal yang diduga mempercepat pergerakan tanah.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah, Moh Taufik, dengan tegas mengecam lemahnya penegakan hukum terhadap aktivitas PETI di kawasan tersebut. Ia menyebut pembiaran oleh aparat sebagai akar dari terus berulangnya tragedi.
“Untuk itu, kami mendesak agar Kapolda dan Kapolresta Palu dicopot. Ini adalah bukti nyata suramnya penegakan hukum terhadap tambang ilegal di Sulteng, khususnya di Poboya,” tegas Taufik, Rabu (4/6/2025).
Menurut Taufik, kehadiran alat berat dan dump truck sudah lama dikeluhkan oleh para penambang tradisional. Beberapa hari sebelum kejadian, mereka bahkan sempat menyuarakan kekhawatiran akan risiko longsor akibat aktivitas alat berat tersebut.
“Keluhan ini bukan hal baru. Sudah sering disampaikan, namun tak ada respons serius dari aparat. Akhirnya, nyawa kembali menjadi taruhannya,” ujar Taufik.
JATAM juga menyoroti sikap PT CPM selaku pemegang kontrak karya. Meski perusahaan mengaku telah melapor, publik tak pernah mendapat kejelasan soal siapa yang dilaporkan dan bagaimana proses hukum selanjutnya.
“Kami mempertanyakan sikap CPM yang seolah pasif. Sebagai pemilik konsesi, mereka tak bisa lepas tangan. Harus ada transparansi dan langkah konkret,” tambahnya.
Taufik mendesak adanya tindakan hukum yang tegas dan terukur terhadap para pelaku PETI, serta pengendalian total terhadap aktivitas ilegal di kawasan tambang Poboya. Evaluasi terhadap kontrak karya PT CPM juga menjadi salah satu tuntutan.
“Jika situasi ini terus dibiarkan, maka korban-korban berikutnya hanya tinggal menunggu waktu,” pungkasnya.