TOLITOLI — Sejumlah guru honorer di Kabupaten Tolitoli yang berlatar belakang pendidikan Teknologi Pendidikan (TP) menyampaikan kegelisahan mereka kepada Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid. Mereka meminta perhatian dan kebijakan yang berpihak, menyusul tidak adanya kejelasan penempatan dalam rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), meski telah mengantongi sertifikasi dan bertahun-tahun mengabdi di sekolah dasar (SD).
Salah satu guru honorer, Rustina, menyampaikan curahan hatinya secara langsung melalui pesan terbuka kepada Gubernur. Ia berharap pemerintah provinsi memperjuangkan nasib para lulusan TP yang selama ini merasa tersisih dalam sistem rekrutmen PPPK.
“Saya sudah kuliah tiga tahun lebih, lulusan Teknologi Pendidikan, dan mengajar di SD sejak 2018. Tapi sampai sekarang, tidak ada penempatan PPPK untuk kami di SD,” ungkap Rustina. Ia juga menambahkan bahwa dirinya sudah mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan lulus sertifikasi Informatika pada 2024. Namun, penempatan tetap tak kunjung datang karena kuota guru informatika di jenjang SMP dan SMA sudah penuh.
Selain itu, Ia mengkritisi ketidaksesuaian antara latar belakang pendidikan, sertifikasi, dan kebutuhan riil di sekolah. Menurutnya, meski di SD diajarkan pelajaran Seni dan Prakarya yang identik dengan bidang TP, formasi PPPK justru tidak tersedia bagi lulusan jurusan tersebut di jenjang SD.
“Kami seperti tidak dianggap. Di SD tempat saya mengajar, pelajaran Seni dan P5 tetap ada, tapi tidak ada formasi untuk kami. Padahal kami sudah bersertifikasi,” katanya.
Guru-guru honorer ini juga mempertanyakan mengapa lulusan dari luar bidang pendidikan, seperti sarjana ekonomi atau pertanian, bisa diangkat sebagai guru PPPK di SD, sementara mereka yang bergelar S.Pd dari jurusan TP justru tidak mendapatkan kesempatan yang sama.
“Kami bukan hanya punya ijazah, tapi juga pengalaman dan sertifikasi. Tapi tetap tidak diangkat. Sementara sarjana ekonomi bisa jadi guru SD. Ini sangat tidak adil,” ujar Rustina.
Dengan honor bulanan yang hanya Rp400.000, para guru honorer TP di Tolitoli mengaku kesulitan secara ekonomi. “Bensin saja Rp100.000 sebulan, sisa Rp300.000, bukan tidak bersyukur, tetapi memang masih kurang untuk menopang hidup,” ujarnya dengan nada getir.
Pihaknya berharap ada evaluasi dan penyesuaian kebijakan. Para guru meminta agar formasi PPPK di jenjang SD lebih fleksibel, termasuk membuka peluang bagi lulusan Teknologi Pendidikan yang telah mengabdi dan memiliki sertifikasi.
“Kami mohon kepada Bapak Gubernur, tolong perjuangkan nasib kami. Jangan biarkan kami yang sudah bertahun-tahun mengabdi terus terpinggirkan hanya karena formasi yang tidak sesuai,” kata Tina.
Para guru juga mendorong agar pemerintah pusat dan daerah tidak hanya fokus pada regulasi formal, tetapi melihat kenyataan di lapangan. Menurut mereka, kebutuhan riil sekolah dan pengabdian guru seharusnya menjadi dasar utama dalam menentukan kebijakan formasi dan penempatan PPPK. ALB