Palu – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tengah menyiapkan regulasi baru berupa Peraturan Wali Kota (Perwali) yang mengatur tentang pemilahan dan pembatasan sampah di tingkat sumber. Langkah ini bagian dari upaya Pemerintah Kota Palu untuk memperkuat sistem pengelolaan sampah yang lebih terarah dan berkelanjutan.

Sekretaris DLH Kota Palu, Ibnu Mundzir, mengatakan bahwa kebijakan tersebut merupakan tindak lanjut dari dokumen Jakstrada (Kebijakan dan Strategi Daerah) dan road map pengelolaan sampah yang sudah dimiliki Pemerintah Kota Palu. Dalam dokumen itu, pengolahan sampah diarahkan agar dapat diselesaikan semaksimal mungkin di tingkat sumber dan menengah.

Penanganan sampah harus maksimal di tingkat sumber dan menengah, seperti Bank Sampah, Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Reduce (Mengurangi), Reuse (Menggunakan Kembali), dan Recycle (Mendaur Ulang), dan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST).

“Dalam penilaian Adipura Kencana, minimal 50 persen sampah harus tertangani di level ini,” ujar Ibnu di ruang kerjanya, Rabu, 8 Oktober 2025.

Karena itu, lanjutnya, Pemerintah Kota Palu kini merancang regulasi untuk membatasi jumlah sampah, bukan hanya plastik tetapi juga jenis lainnya. Targetnya, sekitar 50 persen sampah dapat ditangani di tingkat TPS 3R, TPST, dan Bank Sampah.

Salah satu strategi yang kini didorong adalah pemilahan sampah langsung dari sumber, terutama di sektor Hotel, Restoran, dan Kafe (Horeca). DLH Palu telah berkoordinasi dengan berbagai komunitas dan asosiasi pelaku Horeca yang menyambut baik rencana tersebut.

“Dalam waktu dekat kami akan adakan pertemuan dengan pihak Horeca. Jika Perwali ini diberlakukan, maka setiap hotel, restoran, dan kafe wajib memilah sampah organik dan anorganik. Ini akan memudahkan penanganan sesuai dengan aturan yang berlaku,” jelas Ibnu.

Ibnu menjelaskan, saat ini ada dua skema yang sedang disiapkan dalam penerapan sistem pemilahan tersebut. Setiap pelaku usaha Horeca nantinya wajib memisahkan sampah organik dan anorganik. Berdasarkan data DLH, sekitar 70 persen sampah Horeca bersifat organik, sedangkan sisanya 30 persen merupakan anorganik.

“Nantinya pengangkutan juga akan menyesuaikan dengan komposisi itu. Misalnya, jadwal pengangkutan dilakukan tiga banding satu. Tiga hari untuk sampah organik dan satu hari untuk anorganik. Hal ini akan diatur lebih lanjut dalam surat edaran atau Perwali,” terang Ibnu.

Sebelum diterapkan, regulasi ini akan disosialisasikan terlebih dahulu kepada pelaku Horeca yang akan menjadi sektor percontohan awal di Kota Palu.

Selain fokus pada sistem pengelolaan, DLH Kota Palu juga memberikan perhatian serius terhadap keselamatan dan kesehatan petugas kebersihan. Menurut Ibnu, seluruh petugas kebersihan telah terdaftar dalam program BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan.

“Setiap bulan kami bekerja sama dengan Puskesmas Kawatuna untuk melaksanakan pemeriksaan dan pengobatan gratis bagi petugas kebersihan dan pemulung yang bekerja di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kawatuna,” ungkapnya.

Upaya pemilahan sampah di tingkat sumber juga disebut sebagai langkah untuk melindungi petugas agar lebih berhati-hati saat bekerja.

“Mereka adalah garda terdepan pengelolaan kebersihan Kota Palu. Kami wajib menjaga agar mereka tidak mudah terpapar risiko penyakit akibat sampah,” tambahnya.

Ibnu juga merinci jumlah armada dan personel kebersihan yang saat ini bertugas di 46 kelurahan di Kota Palu diantaranya seperti:

  • Armada R6: 39 sopir dan 181 buruh angkut.
  • Armada R4: 70 unit, dengan total 210 sopir dan buruh/helper.
  • Armada R3: 75 unit.
  • Penyapu jalan: 144 orang, dengan 11 pengawas ASN.
  • Koordinator kecamatan (Korcam): 16 orang.
  • Koordinator kelurahan (Kolur): 46 orang.
  • Petugas taman: 149 orang di 28 taman.

“Semua petugas kami ditanggung BPJS, baik kesehatan maupun ketenagakerjaan,” tegas Ibnu. RIL